TASAWUF

Kamis, 02 Februari 2012

KEKUATAN HAMBA ALLAH dalam sifat KEMANUSIAANYA


Dalam ketetapan Allah tiap-tiap hamba dan bahkan semua orang yang  dikehendaki-Nya untuk berikhtiar menguatkan segala sesuatu dari gerak kehidupannya, yaitu; kuat dalam arti segala sesuatu yang dapat mendukung bagi kebaikan, kemakmuran kesejahteraan dan bahkan keamanan kehidupannya, dan semua kekuatan itu juga terarah pada pada apa-apa yang membawa maslahat dan tidak membawa madarat bagi agamanya, yaitu; perjalanan hidupnya dari segala urusan dunia dan sampai kembali kepada-Nya dalam ketetapan ajal. Maka tiadalah yang harus diusahakn melainkan pada dua keadaan kekuatan Al-Quwah, yaitu; kekuatan jahiriyyah pada segala keadaan badan dan apa yang ada dari jasad yang terdapat juga otak. Maka ini di sebut Al-quwatul dzahiriyyah, yaitu; bergeraknya setiap keadaan dari apa yang ada pada kemampuan jahir dalam gerak otot atau berbagai keadaan anggota tubuh, dan juga fikir, dan himmah (kemauan), maka himmah dapat menguat pada kadar kehendak dan terdorong dari kekuatan hawa nafsu dan syahwat, dan semua keadaan kekuatan jahiriyyah ini menetap dalam satu kekuatan, dan dimiliki oleh tiap orang pada kadar yang berbeda-beda yang terbentuk pada fitrah penciptaan dari sabab keturunan. Dapatlah kita contohkan bagi orang-orang yang telah lemah kadar kekuatan tubuhnya, maka akan melemah kemampuan gerak dalam kehendaknya bahkan syahwatnya, demikian juga daya fakir atau nalarnya, maka berkurangnya darah akan melemahkan hawa nafsu dalam kadar kehendak, walaupun ada himmah yang menetap akan tetapi kekuatan kehendak dari nafsu sebagai pendorang pada suatu gerak akan melemah juga.
Dan adapun kekuatan yang kedua adalah suatu kadar kekuatan yang ada pada ahwal batin yang terdapat dalam ahwal ghaibiyyah hati (qolbu). Maka disebut Al-Quwatul batiniyyah. Yaitu; segala kekuatan yang ada pada ruang-ruang ahwal batin dalam berbagai getar pada lathifah ghaibiyyah dalam berbagai lintasan yang menjadi suatu dasar penggerak dari berbagai tekad hati (azam) bagi segala pelaksanaan kehendak yang terpaut kepada akhir kekuatan, yaitu Al-Quwatul dzahiriyyah. Dan tiadalah keadaan yang terkuat dari segala kekuatan bagi dua keadaan ini melainkan Al-Quwatul batiniyyah, sebab segala pekerjaan yang dilakukan oleh A-Quwatu dzahiriyyah dikomandokan oleh tekad hati dari lintasan-lintasan kehendak pada batin dari segala ruang batin pada qolbu. Maka segala kadar kekuatan batin dapat menjadi pengaruh yang kuat bagi segala kekuatan jahir/Al-quwatudzahirriyyah. Sehingga adakalanya kelemahan dan kekurangan atau cacat sekalipun dari segala yang ada dari alquwatuldzahiriyyah akan menjadi kuat karena terjadinya kadar kekuatan yang melebihi kehendak dari suatu himmah yang mengalahkan keadaan jahir, yaitu; tidak melihat atau memperdulikan segala keadaan yang jahir, yaitu; memanfaatkan dengan sepenuhnya segala yang ada pada kekuatan jahir. Hal ini dapat kita lihat pada saudara kita yang mempunyai cacat tubuh, akan tetapi dapat menghasilkan karya-karya gemilang karena kemauan dari suatu himmah yang kuat. 
Dan tiadalah dapat bersatunya dua kekuatan antara Al-quwatuzzahiriyyah dan Al-quwatul batiniyyah kecuali dipersatukan oleh suatu kadar kekuatan ulumiyyah, yaitu; suatu kekuatan dari berbagai pemahaman ilmu dan cabang-cabangnya. Maka kadar kekuatan ilmu mengalahkan kadar kekuatan batin, atau dikatakan Al-Quwatul ulumiyyah mengalahkan Al-quwatul batiniyyah, sebab segala ahwal batin dapat tergerak dengan berbagai pemahaman ilmu dari berbagai ilmu yang umum, dan adalah ilmu-ilmu yang mengarah pada hak-hak Allah dalam ketetapan-Nya sampai pada pemahaman kemarifatan akan dapat menjadikan lurusnya dan baiknya ahwal batin sesuai dengan yang dikehemdaki penciptanya Allah Swt. Sebab tiadalah ilmu dan berbagai cabangnya yang dapat membawa manusia dalam kehambaannya kepada Allah, melainkan ilmu yang memjadikan manusia bertambah nilai ketaqwaan disisi Allah, maka adalah ilmu yang menjadikan hamba lurus kepada Allah lebih utama dan menjadi dasar bagi semua cabang ilmu pada umumnya.
Dan tiadalah segala kekuatan dari tiga kekuatan itu dapat diterima dan menetap dalam rahmat Allah pada taufiq hidayahnya, melainkan dengan menetapnya suatu kekuatan ruh pada ruhul insaniyyah, yaitu; Al-Quwtul Imani. Yaitu; kekuatan iman, maka kekuatan iman sebagai jati diri dari segala ahwal manusia, sehingga dikatakan tiadalah kekuatan yang paling kuat dari segala kekuatan, melainkan kuatanya iman seseorang hamba dalam segala ahwal batinnya dengan al-quwatul batiniyyah pada qolbu dalam marifat kepada Allah, dan gerak jahiriyyah pada amal kebajikan dari al-quwatudzahiriyyah, yang terbimbing al-quwatul ulumiyyah, ilmu yang bercahaya pada ketaqwaan. 

خذوا ما أتيناكم بقوة واذكروا ما فيه لعلكم تتقون


Ambilah Apa-Apa yang Kami Berikan kepada kalian dengan Kekuatan dan ingatlah dengan Apa-Apa yang Kami berikan itu agar kalian bertaqwa.
 Qs 2 ; 63.


Klik; Kajian Tasawuf, Falsafah Hikmah, Dongeng Sufi, Majelis Dzikir Internet (Madznet) & Majelis Taklim Internet (Matnet).; http://mamakkoswara.wordpress.com

Klik; Kajian Makrifat, spiritual & penyembuhan; www.mamak-koswara.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar